Rasulullah mengajarkan umat beliau suatu doa yang dahsyat. Doa ini bukan hanya merupakan doa untuk berlindung dari berbagai macam penyakit hati, namun juga mengandung pelajaran yang dalam tentang keadaan jiwa manusia. Dalam doa ini, tergambar urut-urutan komplikasi penyakit jiwa yang menggerogoti jiwa manusia. Terkadang kita tidak memperhatikan bahwa kedelapan penyakit itu saling mendukung satu sama lain, menyebabkan penderitanya mengalami penderitaan yang sangat berat.
1. Allahuma inni audzubika minal hammi wal hazan;
(Ya Allah, hamba berlindung dari kebingungan dan kesedihan)
(Ya Allah, hamba berlindung dari kebingungan dan kesedihan)
Penyebab utama kebingungan adalah kurangnya ilmu. Sumber utama ilmu adalah buku. Tidak mengherankan memang apabila ayat Al Quran yang pertama turun ke dunia berbicara tentang Iqra’ atau membaca. Orang-orang yang jarang atau bahkan tidak pernah membaca tidak akan pernah mengetahui persoalan secara mendalam. Kurangnya ilmu akan menyebabkan kebingungan sehingga mereka hidup penuh keraguan. Mereka yang ragu dan kebingungan akan merasakan kesedihan yang mendalam. Sebaliknya, kesedihan itu juga akan menyebabkan orang sulit berpikir, sehingga makin kebingungan.
2. wa audzubika minal ajzi wal kasal
(dan hamba berlindung dari kelemahan dan kemalasan)
(dan hamba berlindung dari kelemahan dan kemalasan)
Kebingungan dan kesedihan itu menyebabkan penderitanya menjadi lemah dan malas. Lemah untuk beraktiftias, berolah raga, membaca apalagi menulis. orang yang larut dalam kesedihan akan menjadi lemah, baik dalam aspek emosi, fisik maupun intelektual. Orang yang lemah juga akan dilanda kemalasan dan kemalasan itu sendiri akan membuatnya semakin lemah hingga tak berdaya. Kemalasan yang menyebabkan dia sulit mendapatkan ilmu dan dorongan semangat untuk memberdayakan dirinya.
3. wa audzubika minal jubn wal bukhl
(dan hamba berlindung dari sifat pengecut dan pelit/kebakhilan)
(dan hamba berlindung dari sifat pengecut dan pelit/kebakhilan)
Orang yang lemah akan mudah dikuasai ketakutan, atau dikuasai orang lain melalui ketakutan. Orang yang ketakutan tidak akan bersedia berbagi. Pengecut tidak akan mampu berinisiatif, tidak akan rela berbagi harta, tenaga apalagi menempuh perjuangan berat penuh resiko. Namun, orang tersebut malah akan menggunakan hartanya untuk berfoya-foya, bersenang-senang, hingga melampaui batas. Semua itu untuk melupakan sensasi yang tidak menyenangkan yang dia rasakan. Sensasi yang diakibatkan ketakutan, kebingungan, keraguan dan kesedihannya. Sensasi yang hanya akan memberinya kenikmatan sesaat, namun harus dibayar dengan penderitaan berkepanjangan. Bakhil atau keengganan memberi tidak saja dalam bentuk materi tetapi juga yang bersifat immateri seperti memaafkan kesalahan orang, memberi nasihat atau mendengarkan dengan penuh empati dan pengertian yang mendalam.
4.wa audzubika min ghalabati daini wa qohrirrijal
(Ya Allah, hamba berlindung dari lilitan hutang dan penindasan oleh orang lain)
(Ya Allah, hamba berlindung dari lilitan hutang dan penindasan oleh orang lain)
Pengeluaran yang terlalu berlebihan pada hal-hal non essensial itu pada menjerumuskan orang pada utang. utang tersebut bisa berupa kepada individu atau pada institusi-institusi ribawi seperti bank. Credit Card alias kartu kredit adalah senjatanya, senjata untuk memuaskan hawa nafsunya. Yang pada akhirnya malah akan mengantarkan dia pada keadaan berada dibawah kekuasaan orang lain. Senjata yang malah akan menghancurkan dirinya sendiri. Credit card call center terus menerus menelepon orang yang menunggak pembayaran kartu kredit itu, baik ke kantor, rumah dan sebagainya. Masih untung apabila debt collector belum perlu ikut campur. Akhirnya dia jatuh ke dalam kekuasaan orang lain akibat utang yang menggunung.
Suatu keadaan yang hanya akan membuatnya semakin terpuruk dalam kesedihan dan kebingungan. Kembali ke titik semula dengan tingkat yang lebih dalam dan lebih parah lagi. Erich Fromm menyebut titik ini sebagai Unlived Life atau kehidupan yang kosong tanpa makna. Destructiveness atau dorongan/kecenderungan untuk merusak dan menghancurkan datang dari kehidupan yang tidak bermakna seperti itu. Kehidupan yang sudah berantakan karena persoalan yang bertumpuk-tumpuk tidak terselesaikan. Kecenderungan merusak dan menghancurkan itu dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Ke luar, bisa menghancurkan kehidupan orang lain, ke dalam bisa merusak diri sendiri.
Menyelesaikan suatu persoalan, apalagi yang sudah berlarut-larut, tidak bisa dilakukan pada level kesadaran dan tingkat berpikir yang sama pada saat persoalan itu bermula. Akar permasalahan harus ditelusuri, ditemukan dan diselesaikan secara bertahap. Memang memerlukan lebih banyak waktu, tenaga dan kesabaran namun hasilnya akan lebih langgeng dan permanen. Islam, sebagai suatu agama paripurna, menghendaki umatnya menyelesaikan berbagai permasalahan dalam hidup mereka tidak hanya setengah-setengah. Umat Islam harus bisa menyelesaikan persoalan pada level yang sedalam mungkin, kalau bisa pada level terdalam. Level persoalan ini biasanya pada masalah kurangnya ilmu (kebingungan) dan lembahnya mental (kesedihan). Sebagaimana disebutkan dalam doa yang diajarkan Rasulullah SWT tersebut di atas
Semoga bermanfaat
Sumber: Notes Facebook
0 komentar:
Posting Komentar